You can also receive Free Email Updates:

Lilin Kemanusiaan Papua (LINK-Papua) untuk Wasior-Wamena




Lilin Kemanusiaan Papua (LINK-Papua) untuk Wasior-Wamena

Apa itu LinK Papua?
Lilin Kemanusiaan (LINK) Papua adalah aksi solidaritas masyarakat yang cinta kemanusiaan dan perduli Papua secara serentak di berbagai tempat, nasional dan internasional, untuk mengampanyekan penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua.
LinK Papua dilakukan karena negara mengabaikan kejahatan HAM yang terus terjadi di Papua.
LinK Papua kali ini akan mengonsentrasikan kampanye terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM Wasior-Wamena yang oleh Komisi Hak Azasi Manusia (KOMNAS HAM) sudah dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat dan berkasnya sudah diserahkan pada Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti, namun mandeg/tidak jelas di tengah jalan.

Kapan dan Dimana?
14 Juli 2013 dipilih karena pada tanggal dan bulan yang sama, 9 tahun yang lalu (2004), Komnas HAM telah merampungkan dan menyerahkan berkas Kasus Wasior-Wamena kepada Kejaksaan Agung.
Di Jakarta, LinK Papua akan diselenggarakan di Bunderan Hotel Indonesia dimulai pukul 20.00 WIB.
Mengapa Wasior-Wamena?
Berkas pelangaran HAM Wasior-Wamena adalah hasil penyelidikan tim ad hoc untuk penyelidikan pro justicia Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)  untuk  peristiwa Wasior 2001 dan Wamena 2003 yang terjadi di Propinsi Papua. Tim tersebut, berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, telah menemukan indikasi awal terjadinya pelanggaran HAM berat pada kedua kasus itu.
Namun Kejaksaaan Agung mengembalikan berkas tersebut dengan alasan belum melengkapi dan memenuhi  beberapa syarat formil dan materiil.  Pada 29 Desember 2004, berkas tersebut dikembalikan lagi oleh Komnas HAM tanpa memperdulikan alasan dari Kejagung. Menurut Komnas HAM, wewenang Komnas HAM dalam melakukan penyelidikan sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Karena Komnas HAM tetap pada pendiriannya, dan Kejagung juga tetap pada pendiriannya, akhirnya sampai  hari ini  berkas Kasus Wasior-Wamena seperti masuk kotak dan dilupakan. Mandeg  tak jelas nasibnya. Kejadian ini  telah memberikan impunitas kepada para pelaku dan menjauhkan keadilan bagi para korban.
NAPAS memandang perlu untuk kembali mengingatkan keseriusan dan tanggungjawab negara untuk penegakan HAM  di negeri ini.  Bila penegakan HAM di Papua tidak mengalami kemajuan, maka konflik dan kekerasan akan terus berulang. Penanganan serius kejahatan  kemanusiaan di Papua dapat membuka jalan  untuk mengawali dialog damai untuk mengakhiri konflik.
Apa yang akan dikampanyekan?
  • Penuntaskan kasus pelanggaran HAM Wasior-Wamena dengan bersandar pada prinsip keadilan bagi korban.
  • Mengutuk kerja Komnas HAM dan Kejagung dalam menangangi kasus pelanggaran HAM Wasior-Wamena, karena pendiaman atas kasus ini akan semakin memperkuat jaring impunitas dan menambah beban sosial korban.
  • Penanganan kejahatan kemanusiaan di Papua harus ditindaklanjuti secara nyata dan serius dengan membentuk Pengadilan HAM, sebagai langkah awal membangun komunikasi konstruktif dengan Papua seperti yang dikatakan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudoyono. 
Bentuk dukungan yang diharapkan:
  1. Menyebarluaskan ajakan dukungan ini pada semua teman-teman yang perduli kemanusiaan;
  2. Menyelenggarakan LinK Papua untuk Wasior-Wamena di berbagai tempat, mendokumentasikan dan menyebarluaskan dokumentasi tersebut untuk perluasan dukungan dan tekanan politik;
  3. Hadir pada LinK Papua di tempat masing-masing, membawa lilin solidaritas dan tuntutan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua.
  4. Merekomendasikan pihak-pihak yang dapat membantu mensukseskan acara ini pada pihak penyelenggara.
  5. Bagi yang belum/tidak bisa hadir di lapangan, dapat menyatakan dukungan dan solidaritasnya melalui berbagai jejaring sosial, melalui foto-foto tuntutan dan bentuk-bentuk pernyataan sikap lainnya.
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Page fb: National Papua Solidarity, dan twitter @papua_solidarity atau sms
Latar Belakang Kasus
Kasus  pelanggaran HAM di Wasior berawal dari konflik antara masyarakat  yang menuntut ganti rugi  atas hak ulayat yang dirampas oleh perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan.  Dalam aksi  masyarakat pada akhir bulan Maret 2001 tiba-tiba saja “kelompok tidak dikenal bersenjata” menembak mati 3 orang karyawan PT. DMP. Paska penembakan, Polda Papua dengan dukungan Kodam XVII Trikora melakukan“Operasi Tuntas Matoa”.
Operasi ini  telah menyebabkan korban  dikalangan masyarakat sipil.  Berdasarkan laporan Komnas HAM telah terjadi indikasi kejahatan HAM dalam bentuk: 1. Pembunuhan (4 kasus); 2. Penyiksaan (39 kasus) termasuk yang menimbulkan kematian (dead in custody); 3. Pemerkosaan (1 kasus); dan 5. Penghilangan secara paksa (5 kasus); 6. Berdasarkan investigasi PBHI, terjadi pengungsian secara paksa, yang menimbulkan kematian dan penyakit; serta 7. Kehilangan dan pengrusakan harta milik.
Kasus indikasi kejahatan HAM di Wamena terkait dengan respon aparat militer atas kasus massa tak dikenal yang membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena pada 4 April 2003. Pembobolan ini telah menewaskankan dua anggota Kodim dan seorang luka berat. Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah pujuk senjata dan amunisi. Dalam rangka pengejaran terhadap pelaku, aparat TNI-Polri melakukan penyisiran, penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan atas masyarakat sipil, sehingga menciptakan ketakutan masyarakat Wamena.
Berberdasarkan laporan Komnas HAM telah terjadi indikasi kejahatan HAM dalam bentuk: 1. Pembunuhan (2 kasus); 2. Pengusiran penduduk secara paksa yang menimbulkan kematian dan penyakit (10 kasus); 3. Perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang (13 kasus); 4. Penghilangan dan pengrusakan harta milik (58 kasus); 5. Penyiksaan (20 kasus); 6 penembakan (2 kasus); 9 orang  menjadi Narapidana Politik (NAPOL).
Sudah sembilan tahun, berkas Komnas HAM tentang indikasi kejahatan kemanusiaan atas Kasus Wasior-Wamena  yang dilakukan aparat negara tidak pernah mengalami kemajuan. Komitmen Presiden Soesilo Bambang Yudoyono untuk membangun komunikasi konstruktif  untuk solusi damai Papua tidak akan mengalami kemajuan, bila rekomendasi Komnas HAM tentang kejahatan HAM tidak pernah ditindak lanjuti.
 

15 TAHUN: JANGAN LUPAKAN TRAGEDI BIAK BERDARAH


Pada tanggal 6 Juli 1998 di Kota Biak Numfor Papua terjadi peristiwa kejahatan kemanusiaan “Biak Berdarah”. Pada hari itu masyarakat sipil Papua mengadakan aksi damai dalam bentuk doa bersama disertai pengibaran bendera Bintang Kejora. Aksi serupa juga dilakukan di Jayapura, Wamena, Nabire, Serui, Sorong, Fak-fak dan Merauke.

Negara merespon pengibaran bendera itu dengan mengirim aparat gabungan dari TNI dan Polri Kopasus, Brimob Polda Irian Jaya dan Dalmas Polres Biak. Pasukan gabungan ini mengepung dan mmebubarkan aksi damai dengan kekerasan dan penggunaan senjata api. Aksi kekerasan ini menyebabkab 8 warga sipil tewas di tempat, 37 orang luka-luka, 150 orang ditahan dan mengalami penyiksaan.

Menurut laporan Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Els-HAM) Irian Jaya dan Lembaga Gereja (Katholik, GKI di Irian Jaya dan GKII), seminggu setelah tragedi kemanusian telah ditemukan 32 mayat misterius yang terapung di dekat pelabuhan dan 3 orang warga dinyatakan hilang. Laporan temuan korban ini sudah diserahkan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Sudah 15 tahun, tragedi kemanusiaan "Biak Berdarah", namun tidak pernah diproses dengan serius oleh negara. Sepertinya pemerintah berupaya untuk “melupakan” kasus ini dan melanggengkan impunitas.

Dalam rangka menolak lupa dan menuntut keadilan bagi korban "Biak Berdarah", kami dari National Papua Solidarity (Napas), Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) dan Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) Papua mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk segera:
  1. Membentuk KPP HAM untuk mengungkapkan fakta kejahatan HAM yg terjadi di Biak
  2. Membentuk pengadilan HAM untuk mengadili para pelaku kejahatan HAM
  3. Memenuhi hak-hak korban tanpa menunggu keputusan pengadilan HAM tersebut
Demikian pernyataan ini kami sampaikan atas kerja samanya, kami mengucapkan terimakasih.


Jakarta, 6 Juli 2013



    Zely Ariane                                  Haris Azhar                                          Peneas Lokbere
Kordinator Napas                      Kordinator KontraS                              Kordinator BUK Papua


Kontak Person,
Peneas Lokbere (081213075048)
Eli Ramos (081344613286)
 

FRONT NASIONAL MAHASISWA PAPUA SEMARANG (FNMP) SEMARANG MELAKUKAN AKSI LILIN KEMANUSIAAN WASIOR DAN WAMENA BERDARAH



Dalam perayaan ini menyampaikan bahwa hal yang sama, tanggal yang sama, melaksanakan lilin kemanusiaan baik daerah papua, nasional sejawa bali serta luar negeri australia dan amerika serta timor leste, ungkap mereka.
Kegiataan dimulai sekitar 19: 00 sekitar puluhan mahasiswa yang tergabung dalam FNMP semarang dan bubar sekitar 20: 00. Selama satu jam penuh ini dirangkai lagu daerah papua, doa, pembacaan stagment yang didalamnya tuntutan yakni adalah:
1) Menuntut Komnas HAM untuk mempertanyakan berkas Kasus Wasior ke Jaksa Agung yang sudah diserahkan pada 14 Juli 2004.
2) Menuntut Jaksa Agung agar menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM atas kasus Wasior.

3) Menuntut Presiden Susilo Bambang Yudoyono, membuat keputusan untuk membentuk Pengadilan HAM untuk kasus ini.
Demikianlah aksi solidaritas lilin kemanusiaan yang dilaksanakan FNMP semarang pada malam hari ini. 
*Dimaiyepo
Foto Aksi Wasior-Wamena di Semarang

Poster Aksi Wasior - Wamena
Foro Aksi Wasior _Wamena di Semarang


 

PEMUTARAN FILM PAPUAN VOICES dI KAMPUS APMD - YOGYAKARTA



Untuk memperkenalkan persoalan ketidak adilan di Tanah Papua kepada masyarakat sipil Indonesia dan Mahasiswa Papua maka National Papua Solidarity dan Enggagemedia.org, mengadakan kegiatan pemutaran video suara Papua dan diskusi dengan para mahasiswa dan masyarakat sipil di Indonesia.
Tujuan yang hendak kami capai adalah “agar masyarakat sipil indonesia dan mahasiswa mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang kompleksitas persoalan kemanusiaan dan kerusakan alam di Tanah Papua dengan harapan mengambil suatu tindakan untuk selamatkan manusia dan bumi Papua. Video Dokumenter sebagai media yang kami gunakan untuk memperkenalkan Papua lebih dekat. Video dokumenter “Papuan Voices” ini merupakan rekaman ketidak adilan sosial dalam berbagai bidang di Tanah Papua.
National Papua Solidarity (NAPAS), Enggagemedia.org kerja sama dengan Komunitas Seni Jogja yang bergabung dalam bawah IVAA (Indoneian Visual Art Archip), Jurusan Kominikasi dan Laboratorium Komunikasi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) atau Akademi Pembangunan Masyarat Desa (APMD) mengadakan pemutaran video dokumenter di Kota Studi Yogyakarta selama 2 hari.
1.   Diskusi di IVAA (Indonesia Visual Art Archip )
Pada hari pertama (senin 24/6/) pemutaran video bersama komunitas seni, beberapa aktivis sosial, peneliti dan 4 orang Mahasiswa Asing yang belajar bahasa Indonesia di ruang teater Kantor IVAA (Indonesia Visual Art Archip ) Jalan Ireda Jogja. Acara ini dibagi dalam dua sesi, sesi pertama menonton video bersama dan sesi kedua, diskusi (komentar dan saran dan masukan). Acara pemutaran video dan diskusi ini dipandu oleh Mbak Ade dari Enggagemedia.
Dalam sesi kedua, “acara diskusi bersama” dalam diskusi ini Enrico Aditjondro Manager Enggage Media dan Elias Ramos Petege anggota National Papua Solidarity (NAPAS) menjadi nara sumber. Moderator Mbak Ade, memberikan kesempatan kepada para hadirin untuk memberikan komentar, saran dan pertanyaan tentang situasi ketidak adilan yang terekam dalam lensa kamera.
Salah seorang peserta mengajukan pertanyaan, mengapa memilih media video untuk memotret kekerasan dan pembabatan hutan di Papua dan ada peserta lain juga mengajukan pertanyaan apa itu Mifee dan bagaimana respon masyarakat adat atas kehadiran Mifee. Selain itu, ada pula, dua orang peserta yang memberikan keprihatinan mereka atas situasi Papua.
“Banyak orang secara individu maupun kelompok melakukan penelitian tentang Papua tetapi ada sedikit orang yang memotret tentang Papua melalui video jadi kami memilih ini untuk memperkenalkan kondisi Papua. Jawaban Enrico atas pertanyaan seorang peserta”
Seorang peneliti tentang Mifee dari Pusaka menjelaskan tentang proyek Mifee, pada intinya ia menjelaskan bahwa Mifee adalah sebuah mega proyek di bidang Energi dan Pangan, actor dalam perusahaan ini dari pihak pemerintah dan swata. Perusahaan miliki pemerintah maupun swasta yang berskala nasional maupun internasional.
Proyek ini menggarap tanah dan hutan masyarakat adat seluas 1,4 juta hektar. Masyarakat menolak tegas atas keberadaan perusahaan ini tetapi perusahaan juga didukung oleh pemerintah dan aparat keamanan serta beberapa tokoh masyarak sehingga pengoperasian perusahaan tetap berlanjut.
Diskusi ini berlangsung selama 2 jam (16.30-19.30 WIB). Awalnya direncanakan mulai pukul 16.00. WIB tetapi dimulai 30 menit kemudian hal ini terjadi karena ada keterlambatan peserta sehingga kami saling menunggu di tempat acara. Acara diskusi ini berakhir sekitar pukul 19.30 Wib.
2.   Diskusi di STPMD (APMD)
Hari kedua (selasa 25/6) pemutaran video dan diskusi bersama para mahasiswa dan dosen serta ikut hadir pula akademisi dan seorang peneliti ternama George Aditjondro di Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) atau Akademi Pembangunan Masyarat Desa (APMD). Diskusi yang berlangsung di ruang laboratorium Komunikasi  ini dipandu oleh Tri Agus dosen STPMD. Diskusi ini dibagi dalam dua sesi, sesi pertama nonton video bersama dan sesi kedua diskusi. Sesi pertama nonton bersama 9 video yang terdapat dalam “Papuan Voices” dan satu video tambahan yakni video sapaan dan salam orang Moni Papua. Peserta yang hadir dengan tenang menyaksikan video realitas Papua.
Pasca menyaksikan video tersebut, dilanjutkan dengan diskusi. Dalam diskusi ini dihadirkan 3 narasumber yakni pertama, seorang video maker dari Jurusan Ilmu Komunikasi STPMD, Enrico Aditjonro manager enggage media dan saya (Elias K Petege). Dari semua realitas yang digambarkan lewat video tersebut bidang pendidikan dan kekerasan terhadap perempuan Papua menjadi topik utama dalam diskusi tersebut.
Ada seorang ibu dosen dari kampus STPMD  mengatakan “ saya datang dari rumah jauh-jauh hanya untuk menyaksikan dan mendengar tentang situasi Papua. Dan setelah saya menyaksikan dan pendengar penjelasan tentang papua, saya langsung mengubah pandangan saya tentang Papua selama ini, selama ini saya tahu bahwa Papua itu kaya dan rakyatnya pun kaya karena diberikan konpensasi yang besar dari perusahaan kepada rakyat dan juga karena kucurangan dana otsus yang begitu besar. Saya juga menilai bahwa Mahasiswa Papua mendapatkan beasiswa dari Pemda dan dari Freeport tetapi tak digunakan baik, kebanyakan digunakan untuk hal-hal yang tidak baik seperti minum minuman keras” Saya baru tahu kalau pengelolaan uang otsus tidak jelas dan juga pemberian beasiswa dari pemerintah maupun dari Freeport hanya kelompok yang punya akses dan penyeleksiannya penuh dengan nepotisme. Saya usulkan kepada Napas dan Enggage Media serta komunitas lain untuk mengkampanyekan kondisi Papua yang sebenarnya. Saya akan ajarkan juga kepada mahasiswa saya. Usulan kedua adalah, kita upayakan agar masyarakat Papua mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang layak”.
Ada seorang ibu dosen yang lain berkomentar tentang keberadaan Perempuan Papua “ Posisi perempuan Papua berada dalam ketertindasan, kekerasan dan ketertindasan dari aparat militer, suami dan juga secara budaya di suku-suku tertentu di Papua, perjuangan pembebasan perempuan Papua dari semua itu harus mendapat dukungan juga dari perempuan Indonesia. Perjuangan perempuan untuk kebebsasan tidak hanya milik Perempuan Papua, Indonesia tetapi perempuan di seluruh dunia terutama perempuan tertindas dimana  pun berada.
Ada seorang mahasiwa yang juga adalah video maker berkomentar bahwa “ mengapa video itu dibuatkan dalam satu kaset dengan berbagai tema social kemasyarakatan” semestinya membuat secara serial dengan tema-tema tersendiri, misalnya seri Pendidikan, Kesehatan, Perempuan dan linkungan dll.
Seorang Mahasiswa asal Tamrauh Papua mengatakan “ diskusi ini sangat menarik karena melalui video ini dapat menghadirkan kehidupan nyata di Papua dan seharusnya diskusi ini dihadiri oleh teman-teman mahasiswa Papua tetapi tidak hadir, hal ini saya kecewa juga pada hal undangan kami sudah bagikan ke asrama-asrama dan memberitahukan kepada mereka melalui SMS dan Facebook. Saya usulkan video ini bagus untuk ditonton masyarakat Papua untuk itu pemutaran juga dilakukan di Tanah Papua.
Peserta yang hadir dalam diskusi ini berjumlah 35 orang berdasarkan absensi tetapi diperkirakan jumlah peserta 40 an orang karena peserta yang masuk belakangan tidak mengisi absensi. Diskusi ini dimulai sekitar pukul 09.00  dan berakhir sekitar pukul 12.30 Wib. Menurut Moderator, dalam diskusi ini kebanmyakan Mahasiswa STPMD terutama Mahasiswa Papua karena saat ini mahasiswa lagi libur dan kedua karena sebagian mahasiswa sedang mengikuti bimbingan untuk persiapan KKN. Diskusi ditutup dengan kata-kata penutup dari Bapak Tri Agus sebagai Moderator.
Demikian laporan singkat pemutaran video dan diskusi selama dua hari di kota Yogyakarta.
 

PELUNCURAN NAPAS DAN PEMUTARAN FILM PAPUAN VOICES DI UKSW SALATIGA


Pada tanggal 1 Juni 2013, National Papua Solidarity (NAPAS) telah menyelenggarakan dua program yaitu Peluncuran NAPAS dan Pemutaran Film Papuan Voices. Dua program tersebut diagendakan mulai sejak pukul 10.00-16.00 di Kampus UKSW Salatiga yang berdasarkan daftar hadir peserta, dihadiri oleh 35 orang Kawan yang berasal dari sembilan (9) kelompok atau organisasi yaitu SMPP, FORKOMPAS, NAPAS, FPPI, Mahasiswa Papua UKSW, HIMMPPAR, YLSKAR, Mahasiswa Biologi Murni UKSW, API.

Peluncuran NAPAS
Dalam rangka membangun solidaritas kemanusiaan menuju Papua yang damai, bermartabat dan berkeadilan, National Papua Solidarity (NAPAS) sebagai sebuah lembaga solidaritas dari gerakan demokrasi di Indonesia telah berhasil melakukan Peluncuran NAPAS pada tanggal 1 Juni 2013 di Kampus UKSW Salatiga.
Pukul 11.00, kawan-kawan undangan terlihat mulai mengantri mengisi daftar hadir yang telah disediakan oleh Panitia. Pembukaan terdiri dari registrasi peserta, saling menyapa dan mempersiapkan diri untuk peluncuran NAPAS. Lagu “Tanah Papua” dikumadangkan dengan hikmat oleh semua kawan yang ada dalam ruangan Peluncuran NAPAS. Lagu “Tanah Papua” makin bermakna ketika dilanjutkan dengan Doa Pembukaan dengan penuh rasa syukur yang dipimpin oleh  Ketua HIMMPAR, Mosky Sawor.
Peluncuran NAPAS dimulai dengan pemaparan materi tentang Situasi Papua oleh Kawan Badawi dari YLSKAR (Yayasan Lingkar Studi KesetaraanAksi dan Refleksi), lalu dilanjutkan dengan pemaparan materi kedua tentang Situasi Perempuan Papua oleh Kawan Mutiara Ika Pratiwi dari NAPAS. Setelah dua Kawan memaparkan materi-materinya, Peluncuran NAPAS pun langsung dilakukan bersama 35 orang Kawan yang berasal dari 9 kelompok atau organisasi. Setelah itu, dengan semangat Solidaritas Tanpa Batas, selama sekitar 15 menit,  NAPAS menjelaskan dan menyatakan diri sebagai sebuah lembaga solidaritas dari gerakan demokrasi di Indonesia yang krusial untuk membangun solidaritas kemanusiaan menuju Papua yang damai, bermartabat dan berkeadilan. Hal ini disambut positif oleh semua kawan. Individu dan Kelompok atau organisasi yang hadir, menyambut Peluncuran NAPAS dengan menyampaikan pandangan-pandangan yang menerima dan mendukung pembangunan  gerakan solidariatas untuk Papua. Pandangan-pandangan kawan-kawan makin memperkuat dan memperbesar iman terhadap krusialnya gerakan solidaritas nasional untuk Papua.
Peluncuran NAPAS diakhiri dengan sebuah kesimpulan penting bahwa gerakan solidaritas tanpa batas untuk kemanusiaan dan demokrasi di Papua harus dibangun. Namun hal ini harus sejalan dengan penguatan gerakan  kawan-kawan Papua, terutama SMPP dan HIMMPAR harus bekerjasama untuk mengkonsolidasikan kawan-kawan Papua di Salatiga sebagai sebuah gerakan kemanusiaan yang demokratis.
Tepuk tangan yang meriah disertai senyum-senyum lebar dari kawan-kawan, menutup Peluncuran NAPAS. Lalu makan siang enak serta diskusi-diskusi hangat di luar ruangan makin mengakrabkan solidaritas tanpa batas untuk Papua.
Pemutaran Film-Film Papua (Papuan Voices)
Dalam rangka mengenal Papua lebih dekat, pada tanggal 1 Juni 2013 NAPAS juga telah melakukan Diskusi dan Pemutaran Film-Film Papuan Voices di Kampus UKSW dari pukul 14.00-16.00. Acara ini dihadiri oleh 35 orang Kawan dari sekitar 9 kelompok atau organisasi yang berasal dari Papua maupun Indonesia.
“Surat Cinta Kepada Sang Prada” berdurasi 6 menit 58 detik segera membuat semua mata dan perhatian terfokus pada film. Sembilan film pendek Papuan Voices diputar sekaligus secara berurutan selama kurang lebih 1 jam. Kawan-kawan memang terlihat serius menyaksikan setiap aksi dalam setiap film. Terlihat jelas, emosi mereka terbawa dalam seluruh film. Spontan, ada yang mengeluarkan kata-kata makian, ada juga yang menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kencang, ada yang gelisah dan berusaha membagikan kegelisahaannya kepada kawan duduk di kiri atau kanan, tapi ada  yang membuat kawan-kawan Papua serentak tertawa karena memang lucu, dan ada juga yang tertawa sinis dengan film-film tertentu. Ekspresi kawan-kawan sangat beragam, satu yang sama adalah mereka semua serius tanpa bergerak.
Dari 6 Kawan yang menyampaikan pendapatnya dalam sesi diskusi film sekitar 1 jam, ada tiga Kawan yang bertanya. Tiga Kawan lainnya lebih pada menyampaikan pandangan-pandangannya tentang film dan juga menyampaikan sikapnya terhadap situasi Papua yang disampaikan melalui film-film Papuan Voices.
“Kalau kita nonton film tadi, jelas bahwa Papua itu banyak soal dan bermacam-macam. Trus Otsus itu kasih solusi apakah?”,tanya singkat Kawan Rio seorang Mahasiswa UKSW.
“Mahasiswa Papua skarang ini banyak yang jadi ‘kupu-kupu’ alias kuliah pulang-kuliah pulang. Bagaimana caranya supaya mahasiswa Papua juga mengerti persolan yang kitong pu masyarakat hadapi dan bisa buat sesuatu, tidak hanya kupu-kupu”, tanya Kawan Hanny Tuhuteru seorang Mahasiswa Papua UKSW.
Dan seorang Kawan dari FPPI juga bertanya, “Jika persoalan di Papua seperti itu, apa hal kongkrit yang bisa kita lakukan bersama untuk menggalang solidaritas untuk Papua?”.
Tiga pertanyaan dan penyataan-pernyataan dari kawan lain mendapat respon dari Kawan Badawi, Ika dan Heni. Lalu ditambahkan lagi oleh Kawan-kawan lain. Semua memberikan apresiasi terhadap film-film yang telah ditonton. Tapi ada juga kawan-kawan Papua dan kawan-kawan Indonesia yang ternyata mereka baru sadar dan mengatakan bahwa ternyata selama ini di Papua ada persoalan lain selain persoalan Papua Merdeka dan OPM, ada persoalan-persoalan social yang terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak.
Tanya jawab dan diskusi singkat ini mendapat sebuah kesimpulan yang menguatkan kesimpulan pertama ketika diskusi Peluncuran NAPAS di awal. Bahwa, nonton dan diskusi film-film Papuan Voices perlu diperluas ke kawan-kawan Papua dan kawan-kawan Indonesia lain di Salatiga terutama kepada kawan-kawan Mahasiswa jenis “kupu-kupu”. Ada juga harapan kawan-kawan bahwa semoga pemutaran film dan diskusi seperti ini di asrama-asrama dan kampus-kampus dapat membuat mahasiswa sadar dan tidak hanya sibuk dengan dunia kampus dan terus menjadi mahasiswa “kupu-kupu”.
 
 
Copyright © 2013. National Papua Solidarity - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger