You can also receive Free Email Updates:

Latest Post

Tidak ada solusi damai Papua di tangan Ryamizard Ryacudu

TIDAK ADA SOLUSI DAMAI PAPUA DI TANGAN RYAMIZARD RYACUDU

Ryamizard Ryacudu, bukanlah awal yang baik bagi pemerintahan baru Jokowi-JK.

Jokowi adalah harapan dan kesegaran baru dalam politik Indonesia yang semakin konservatif dan anti demokrasi. Sejak awal ia maju menjadi calon presiden dengan membawa suara dan harapan rakyat Papua untuk masa depan yang damai, adil dan sejahtera. Ia memulai kampanyenya di Papua, dan memandang Papua sebagai wilayah penting bagi program-program pemerintahannya. Jokowi juga tampak membuka kemungkinan terhadap wacana dialog damai Papua-Jakarta. Apalagi ia menjanjikan kehadiran negara untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Namun, tali harapan yang panjang terhadap pemerintahan Jokowi-JK itu tiba-tiba disentak oleh nama Jenderal besar Ryamizard Ryacudu, yang, walau telah menuai protes, tetap dipilih menjabat sebagai Menteri Pertahanan di dalam Kabinet Kerja. Protes para pekerja HAM tidak diindahkan, Ryamizard tetap sumringah melenggang masuk istana.

Dipilihnya Ryamizard Ryacudu adalah ALARM bagi masa depan demokrasi di Papua. Sejak awal Ryamizard R lebih mengedepankan pendekatan keamanan ketimbang dialog atas persoalan di Papua, maupun Aceh sebelumnya. Dia lah arsitektur utama dalam merasionalisasi pembunuhan warga sipil di Aceh dan Papua. Baginya, semua yang dianggap melawan NKRI, pro separatisme, sah menjadi korban. Padahal stigma separatis telah membuat banyak warga sipil tak bersalah menjadi korban sejak awal pemerintah Orde Baru menerapkan operasi militer di Papua. Tak ada verifikasi hukum atas siapa yang dianggap separatis dan siapa yang tidak, selain skenario untuk terus mempertahankan konflik di Papua dan menutup ruang bagi perubahan pendekatan yang lebih pro pada dialog, kemusiaan, HAM, keadilan dan kesejahteraan.
 

Siaran Pers: Hentikan Kriminalisasi; Lindungi Kerja Para Pembela HAM di Papua

Siaran Pers Bersama
HENTIKAN KRIMINALISASI
BERIKAN JAMINAN PERLINDUNGAN TERHADAP KERJA – KERJA PEMBELA HAM DI PAPUA

Nasional Papua Solidaritas [Napas], Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS], dan Komite Persiapan Federasi Mahasiswa Kerakyatan (KP-FMK) menyayangkan sikap institusi POLRI, khususnya Kepolisian Daerah Papua dalam menangani kasus yang berkaitan dengan pembela HAM. Dalam 2 [dua] minggu terakhir, kami menerima informasi terkait dengan upaya kriminalisasi oleh pihak kepolisian Polda Papua terhadap Sdr. Gustaf Rudolf Kawer dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Orang Tak Dikenal [OTK] terhadap Sdri. Anum Siregar, yang mana keduanya aktif bekerja sebagai pekerja HAM di Papua.
 

Seruan Mendesak: Hentikan proses pidana terhadap pengacara Hak Azasi Manusia di Papua

Gustaf Kawer (kiri) dan Olga Hamadi (kanan), dua pengacara HAM Papua. 

Internasional Koalisi Papua (ICP) dan TAPOL menulis berita ini sebagai pemberitahuan kepada kita semua tentang kasus investigasi kriminal yang diprakarsai oleh Polda Papua terhadap Gustaf Kawer, seorang pengacara hak asasi manusia terkemuka di Papua. Dia telah menerima dua surat panggilan dengan tuduhan pemaksaan dan pemberontakan berdasarkan pasal 211 dan 212 KUHP dalam sistem hukum Indonesia.

Tuduhan pidana terhadap  pengacara Kawer didasarkan atas laporan yang diajukan oleh hakim PTUN yang memeriksa sengketa tanah adat di mana pemiliknya merupakan klien dari Gustaf Kawer. Dalam persidangan tanggal 12 Juni 2014, Tuan Kawer memprotes hakim dan menyatakan keberatan karena  mengabaikan permintaannya agar  sidang ditunda,dengan alasan pengacara Kawer dan klienya tidak bisa hadir saat itu. Akan tetapi hakim Internasional Koalisi Papua (ICP) dan TAPOL menulis berita ini sebagai pemberitahuan kepada kita semua tentang kasus investigasi kriminal yang diprakarsai oleh Polda Papua terhadap Gustaf Kawer, seorang pengacara hak asasi manusia terkemuka di Papua. Dia telah menerima dua surat panggilan dengan tuduhan pemaksaan dan pemberontakan berdasarkan pasal 211 dan 212 KUHP dalam sistem hukum Indonesia.

Tuduhan pidana terhadap  pengacara Kawer didasarkan atas laporan yang diajukan oleh hakim PTUN yang memeriksa sengketa tanah adat di mana pemiliknya merupakan klien dari Gustaf Kawer. Dalam persidangan tanggal 12 Juni 2014, Tuan Kawer memprotes hakim dan menyatakan keberatan karena  mengabaikan permintaannya agar  sidang ditunda,dengan alasan pengacara Kawer dan klienya tidak bisa hadir saat itu.tidak mengubris surat permohonan/permintaan penundaan sidang dan masih tetap melaksakan sidang pada tanggal 12 juni 2014. Oleh karena itu hakim menjatuhkan hukuman pidana karena saudara Kawer dianggap telah melakukan 'bentuk perlawanan dan tidak  menghargai sistem hukum di indonesia.

Gustaf Kawer adalah seorang pengacara independen dari Papua yang telah bekerja dalam berbagai kasus Hak Asasi Manusia. Pada tahun 2012, Tuan Kawer ditunjuk sebagai pengacara bagi lima tersangka yang di kenal dengan Jayapura 5. Saat itu ia juga mendapat ancaman dari pihak militer. Pada tahun 2013, bersama dengan teman pengacaranya yang bernama Olga Hamadi, Gustaf Kawer terpilih sebagai Pengacara Internasional dan memperoleh Award untuk dedikasinya terhadap hak asasi manusia di Papua.
 

Mengutuk represi & penyiksaan oleh aparat polres Jayapura pada 2 April 2014

Laporan pantauan lapangan koresponden NAPAS terkait aksi solidaritas untuk pembebasan TAPOL/NAPOL di Jayapura, Papua.

Jayapura, 03/04/2014

Persiapan

Pada hari Jumat 28 Maret 2014, sekitar pukul 10.20 WP (Waktu Papua), Yali Wenda (20), Mahasiswa Fisip Universitas Cendrawasih (UNCEN) dan juga anggota Solidaritas Mahasiswa Peduli Tapol (Tahanan Politik) Papua mengantar surat pemberitahuan aksi damai pembebasanTapol/Napol, yang rencananya akan dilakukan pada 2 April 2014, kepada Polres Kota (Polresta) Jayapura. Kemudian pihak Polresta memberitahu agar kembali untuk kembali mengecek suratnya empat hari kemudian.

Empat hari kemudian, tepatnya Selasa 1 April 2014, sekitar pukul 11.00 WP, Philipus Robaha anggota Solidaritas Mahasiswa Tapol/Napol) pergi ke kantor Polresta untuk mengecek surat pemberitahuan aksi yang telah dimasukannya. Pihak Intelkam meminta Philipus untuk menandatangani surat pernyataan yang menyatakan bahwa aksi yang akan digelar adalah aksi damai. Surat pernyataan itu sebagai syarat untuk mendapatkan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) dari Kepolisian. STTP tidak diberikan saat dia (Philipus)  menadatangani surat tersebut dan dijanjikan akan diberikan besok harinya sebelum aksi digelar.
Surat pernyataan yang diminta Polresta Jayapura pada 1 Paril 2014.





  • Alfares Kapisa, umur 24 tahun, Mahasiswa Kedokteran Universitas Cendrawasih, dalam aksi berperan sebagai Koordinator Lapangan. Saat ditangkap dia dipukul dengan popor senjata di bagian mata kiri dan di kepala serta menendang dengan sepatu laras di bagian bahu dan tulang belang.
  • Yali Wenda, umur 21 Thn, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Uncen, dalam aksi berperan seksi acara dan orator, Saat ditangkap ditentang dengan sepatu laras perut bagaian kiri, kepala, di dagu (dagu membenkak dan tidak bisa makan selama 2 hari) dan luka-luka di telingan mendapat 3 jahitan dan dipukul di kepala dan belakang. Distrom bagian belakang saat berada dalam mobil truk sampai tiba di Polresta Jayapura.


  • Yali Wenda dan Alvares Kapissa (Jubi/Aprila)
    Proses Aksi

    Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Peduli Tapol/Napol Papua menggelar aksi di depan Kampus Universitas Cendrawasih di Waena dan Abepura, sekitar pukul 08.00 WP. Massa aksi memalang pintu pagar Kampus Uncen Waena sambil menyampaikan orasi-orasi. Tidak lama kemudian, Aparat Kepolisian dari Dalmas Polresta dan Brimob Polda Papua tiba di tempat aksi dengan menggunakan 6 buah truk Kepolisian (3 truk polisi dalmas dan 3 lainnya brimob). Aparat Kepolisian turun dari truk dan langsung memblokade jalan.

    Sekitar pukul 10.15 WP, Massa aksi bersepakat untuk bergabung dengan teman-temanya yang berada di Kampus Uncen Abeprura. Dan mereka sepakat untuk berjalan kaki (long march) dari Kampus Uncen Waena ke Kampus Uncen Abepura. Rencana long march itu dihadang pihak kepolisian.

    Ketika kordinator lapangan berupaya berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk membuka blokade agar mahasiswa bisa long march, aparat Kepolisian mengeluarkan tembakan senjata dan menangkap 2 orang mahasiswa dan membubarkan aksi secara paksa dengan cara menembaki para mahasiswa dengan senjata dan melempar gas air mata. Aksi adu mulut antar kedua pihak terjadi dan pihak kepolisian memaki massa aksi dengan kata-kata kasar seperti “mahasiswa monyet”. Mahasiswa pun marah dan balik melempar batu ke arah polisi.  

    Aksi saling lempar batu antar kedua pihak terjadi selama 5 menit. Mahasiswa lari masuk ke areal kampus  dan Aparat Kepolisian pun masuk mengejar ke areal kampus serta berhasil membubarkan massa aksi. Massa aksi yang berhasil dibubarkan di Waena kembali bergabung dengan teman-temannya yang sedang aksi pembebasan 76 tahanan politik Papua. Aksi di Uncen Abepura dilakukan dalam bentuk mimbar bebas di halaman kampus Uncen Abepura.

    Aksi mimbar bebas itu berakhir sekitar pukul 15.30 WP, setelah Koordinator aksi membacakan pernyataan sikapnya. Dalam pernyataan itu, para mahasiswa mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk membebaskan 76 Tahanan Politik yang mendekam Negara Indonesia. Selain itu mereka meminta pembuka ruang demokrasi dan akses jurnalis, peneliti dan pemantau PBB ke Papua barat.

    Jumlah Korban pengkapan dan bentuk intimidasi serta barang-barang yang dirusak

    Korban pengkapan dan penyiksaan
     Barang yang di rusak

    4 Buah motor milik mahasiswa dirusak aparat kepolisian.

    Pelaku

    Polisi Dalmas Polresta Jayapura dan Brimob Polda Papua
    Demikian laporan pemantauan aksi ini dibuat. Dan atas perhatian dan kerja samanya, kami menyampaikan terimakasih.


     Lampiran surat pemberitahuan aksi

    SOLIDARITAS MAHASISWA PEDULI TAPOL/ NAPOL PAPUA
     


    No                   :  01/SMPTN-PAPUA/JPR-PAPUA/2014
    Lampiran         : 
    Perihal             : PEMBERITAHUAN AKSI SOLIDARITAS MAHASISWA PEDULI  TAPOL/ NAPOL PAPUA

    KepadaYth.,
    Kapolres Jayapura
    Di –
    Tempat

    DenganHormat,
    Bersama ini kami beritahukan kepada KapolresJayapurabahwa kami Memberitahu Aksi SOLIDARITAS MAHASISWA PEDULI TAPOL/NAPOL PAPUA PAPUA akan melaksanakan Aksi Demonstrasi Damai/ MIMBAR BEBAS dalam rangka menyikapi. masih banyaknya TAPOL/NAPOL papua yang di tangkap tanpa ada remisi dan kurang adanya perhatian serius bagi TAPOL/NAPOL PAPUA di SEMUA PENJARA yang ada di PAPUA. Ini adalah bentuk Aksi MIMBAR BEBAS Di  tempat.  MIMBAR damai ini akan di  laksanakan pada hari Rabu 2 April 2014. jam 7:30 WIT sampai selesai, Bertempat di KAMPUS UNCEN BAWAH ,KAMPUS UNCEN ATAS DAN MERPATI.

    Untuk sepengetahuan Kapolres Jayapura selaku Kepala Kepolisian Resort Jayapura Tentang PerangkatAksi MIMBAR Damai, Antara Lain:

    KoordinatorUmum   :
    1.      Alfa Rohrohmana

    Koordinatorlapangan           :
    1.      Alfa Rohrohmana
    2.      Donatus Pombai
    3.      AlfarisKapisa
    4.      Samuel Womsiwor
    5.      Philipus robaha
    6.      Beny hisage
    Negosiator                 :
    1.      Christian C. P.
    2.      Alfa Rohromana
    3.      Philipus Robaha
    4.      Hendrik Horota
    Koordinator Keamanan
    1.      Wanus Hindom
    2.      Gipson Gwasgwas
    3.      Samuel Tanggareri
    4.      FeliksTebai

    DinamisatorLapangan(DinLap)      :
    1.      Pilemon Neretouw
    2.      Yusuf Taran

    Orator/Pembicara
    1.      Yali Wenda (Sie. Acara)
    2.      Mahasiswa

    Bentukaksi         : Orasi/MimbarTerbuka
    Titikkumpul        :Perumnas III Waena,Uncen Bawah, Merpati,
    Hari/tanggal      :Rabu 2 april 2014
    Tujuan Aksi        : AKSI DI TEMPAT KEPADA PEMERINTAH JAKARTA
    Jumlah massa     : 100 Orang dari berbagai Kampus Masyarakat di Jayapura
    Alat Peraga         : 1 Buah Mobil Komando, 5 Spanduk buah, 50 Buah pamphlet (Sesuai isi surat), 4 Buah Megaphone.
    Demikian pemberitahuan ini dibuat dengan sebenar-benarnnya, kiranya adaruang demokrasi yang aman bagi rakyat Papua Pewaris Tunggal Tanah Papua dan kerjasama yang baik antar kita di ucapkan banyak terimakasih.

    Yang Bertanda Tangan
    Di Bawah Ini
    SOLIDARITAS MAHASISWA PEDULI TAPOL NAPOL PAPUA


    ALFA ROHROHMANA

    PENANGGUNG JAWAB /KOORDINATOR
     

    Rilis NAPAS untuk aksi serentak internasional 2 April menuntut pembebasan Tapol Papua

    Kita butuh pemerintahan dan legislatif baru yang berani menjamin kebebasan berekspresi dan membebaskan tahanan politik di Papua

    Setelah 15 tahun, hampir 16 tahun, reformasi Indonesia, yang pernah membebaskan tahanan politik di masa Orde Baru, orang-orang Papua yang menjadi tahanan politik justru bertambah. Ditengah hiruk pikuk pemilu 2014 di Indonesia, represi terus meningkat di Papua sehingga menambah banyak orang-orang yang ditahan atas dasar motivasi politik. Tidak adanya ruang berekspresi dan beraspirasi secara bebas di Papua, serta penambahan jumlah tahanan politik tersebut, belum satupun menjadi perhatian para calon legislatif dan calon-calon presiden dalam pemilu 2014.

    Saat ini sebanyak 76 orang-orang Papua menjadi tahanan politik di berbagai penjara Papua*. Dalam waktu hanya setahun, sejak April 2013, website orang-orang Papua di balik jeruji telah mencatat penambahan tahanan politik di Papua sebanyak dua kali lipat. Per 31 Maret 2013 sebanyak 40 orang tahanan politik ada dalam penjara Manokwari, Sarmi, Timika, Serui, Abepura, Biak, Wamena, dan Nabire. Per Februari 2014 setidaknya bertambah sebanyak 36 tahanan politik, yang tersebar di berbagai lokasi tahanan kepolisian seperti di Yapen, Jayapura, Puncak Jaya, Polda Papua, dan Sarmi, selain di tempat-tempat yang sama dimana tahanan politik sebelumnya berada.

    Hentikan stigma, perbaiki layanan, dan tegakkan HAM

    Rakyat Indonesia dan semua lembaga yang mau membuka hati dan pikirannya perlu mengetahui keberadaan tapol, sejarah tapol-napol Papua, yang disiksa, ditolak akses terhadap pendampingan hukum, dipaksa untuk mengaku, dan segala macam bentuk pelanggaran HAM lainnya. Keberadaan para tahanan politik ini tidaklah mesti diingkari seperti pernyataan Menkopolkam Indonesia, Djoko Suyanto bahwa yang ada dalam tahanan di Papua hanyalah para pelaku tindak pidana yang menjalani pembinaan.

    Pada diskusi yang diselenggarakan NAPAS terkait keberadaan dan situasi Tapol di Papua, tahun lalu, Dirjen Lapas Kemenkumham, melalui biro komunikasinya Akbar Hadi, menyatakan bahwa pihak Lapas di Papua memiliki prosedur memadai dalam memperlakukan para tahanan. Menurutnya, mereka tidak kenal istilah kategori tapol dan yang lainnya, dan hanya berkewajiban memberi layanan memadai. Namun Akbar Hadi juga mengakui bahwa layanan kesehatan adalah persoalan paling serius di Lapas karena kurangnya dana.

    Memang alasan yang klise karena kita tahu dana yang mengalir melalui otsus ataupun UP4B seharusnya bisa dipergunakan untuk memperbaiki layanan. Masalahnya ada pada stigma separatis yang terus dicitrakan oleh pemerintah Indonesia sehingga memperburuk situasi dan kondisi tahanan politik di Papua. Seperti ada kesengajaan membiarkan tahanan politik ini sakit-sakitan, bahkan meninggal tanpa pengobatan.

    Sebetulnya pemerintah Indonesia sudah mengesahkan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik melalui UU No.12/2005, termasuk pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia melalui UU No. 5/1998. Namun seluruh kasus makar yang diproses lewat lembaga pengadilan Negara di Papua, tetap saja menggunakan KUHP Nomor 107 dan Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1951 yang bernuansa pidana. Status para tersangka, maupun mereka yang menjalani masa hukuman di penjara dalam kasus-kasus makar, tak ada bedanya dengan para narapidana lain yang melakukan tindak kriminal lainnya seperti pencurian, pemerkosaan dan lain sebagainya.

    Ubah pendekatan

    Sudah terbukti bahwa kebijakan apapun yang diputuskan oleh pemerintah pusat di Jakarta dan di Papua tidak menyelesaikan persoalan kemanusiaan di Papua selama pendekatannya tidak diubah. Pendekatan  yang terus dipertahankan saat ini adalah represi dan anti dialog. Ruang demokrasi untuk berkumpul dan menyatakan pendapat tidak diberikan, bahkan akses untuk pemberitaan dan pemantauan internasional juga dihambat.

    Bila pendekatan seperti ini terus yang dipertahankan, maka akan semakin banyak jatuh korban, semakin tinggi angka pelanggaran HAM dan semakin sulit meyakinkan rakyat Papua untuk percaya pada pemerintahan di Indonesia. Sesungguhnya pendekatan seperti inilah yang membuat semakin berkembang kehendak rakyat Papua, khususnya yang merasakan langsung penindasan ini, untuk memisahkan diri.

    Tekanan internasional

    Dalam hearing dengan Sub Komite HAM Parlemen Eropa, 23 Januari 2014, NAPAS menghimbau dihadapan duta besar Indonesia untuk Uni Eropa agar pemerintah Indonesia mengakui bahwa keadaan HAM di Papua sangat serius. Keberadaan Tapol, tidak adanya kebebasan berkumpul dan berekspresi serta pembatasan akses jurnalis adalah indikator utama.

    Sebanyak 16 anggota Parlemen Eropa membuat pernyataan sikap dan rekomendasi kepada CATHERINE ASHTON, pejabat yang bertanggung jawab atas Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Uni Eropa, terkait kemendesakan situasi di Papua. Salah satu rekomendasinya terkait keberadaan tahanan politik adalah: menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk membebaskan semua tahanan politik dan menghentikan penangkapan terhadap orang-orang yang melakukan aktivitas politik damai dengan tuduhan kriminal seperti pasal makar 106 dalam KUHP.

    Tapol Inggris, suatu lembaga yang mendukung demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia menyerukan aksi solidaritas serentak internasional menuntut pembebasan Tapol Papua. Aksi dilakukan tanggal 2 April bersama-sama dengan Amnesty International UK, Survival Internasional dan Free West Papua Campaign di depan Kedubes Indonesia. London Inggris. Napas mendukung seruan ini dengan melakukan dialog dengan Palang Merah Internasional (ICRC) wilayah Indonesia dan Yimor Leste di waktu yang sama. 

    Jika kita menghendaki perubahan yang lebih baik di Indonesia, maka wajah Papua harus dibersihkan dari duka, dendam, darah dan air mata. Apa lagi yang kita tunggu? Saatnya semua pihak yang pro perubahan, dan para politisi serta aktivis yang hendak mencalokan diri menjadi anggota legislatif dan presiden, memasukkan agenda ini ke dalam cakrawala pikiran dan program perjuangan mereka:
    • Membebaskan semua tahanan politik yang berada di penjara-penjara di Papua serta membuka kembali peluang upaya dialog damai dengan rakyat Papua.
    • Menjamin hak-hak tapol, napol terhadap akses kesehatan dan pelayanan hukum.

    Jakarta, 2 April 2014

    National Papua Solidarity (NAPAS)
    Zely Ariane
    Koordinator

    Aksi NAPAS 16 Mei 2013 di depan istana negara


    *Lihat update tahanan politik Papua bulan Februari 2014 di papuabehindbars.org 

     

    Jejak Kapitalisme Ekstraktif di Bumi Papua

    Rubrik: Laporan Khusus
    Telah dicetak dan diterbitkan dalam Satu Papua Edisi 02/2013
    Jakarta, 27 Mei 2011 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi meluncurkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Kabupaten Timika Papua termasuk satu dari empat daerah yang dipusatkan bagi 17 proyek groundbreaking ini.    Proyek yang dicanangkan adalah proyek jalan raya Timika-Enarotali sepanjang 135 km dengan investasi senilai Rp 600 miliar yang akan dilaksanakan oleh Pemprov Papua dan Pemkab Merauke. Selain itu, juga dicanangkan proyek pembangunan jalan raya dari Merauke-Waropko sepanjang 600 km yang akan membutuhkan dana sebesar Rp 1,2 triliun.
     

    Kekerasan Perempuan Papua dan Jalan Pembebasannya

    Perlawanan Mama Mama pedagang pasar di Jayapura
    Rubrik: Perempuan Papua
    Telah dicetak dan diterbitkan dalam Satu Papua Edisi 02/2013

    Perempuan Papua adalah korban kekerasan ganda negara. Dalam lapis pertama perempuan menjadi korban kekerasan seksual yang berupa perkosaan, perbudakan seksual, penyiksaan seksual, pemaksaan aborsi, eksploitasi seksual dan terkait penggunaan alat kontrasepsi (KB) serta percobaan perkosaan. Dalam lapis kedua, perempuan mengalami kekerasan non seksual seperti pembunuhan, percobaan pembunuhan/penembakan, penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, pengungsian, perusakan dan perampasan harta benda. Kekerasan yang dilakukan berbentuk fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau didukung oleh aparat negara.
     
     
    Copyright © 2013. National Papua Solidarity - All Rights Reserved
    Proudly powered by Blogger