You can also receive Free Email Updates:

PERNYATAAN SIKAP BERSAMA "NASIONALISASI FREEPORT TANPA SYARAT"

Kedatangan Menlu Amerika Serikat, Hillary Clinton pada 4 September 2012 mutlak harus diwaspadai oleh segenap elemen bangsa Indonesia. Kedatangan Hilarry jelas membawa agenda AS dalam rangka mempertahankan dominasinya menguasai kekayaan alam Indonesia, khususnya kekayaan tambang.

Perusahaan tambang emas AS yakni Newmont dan Freeport menguasai 90 persen produksi emas nasional. Kedatangan Hillary jelas ditujukan dalam rangka menginterpensi proses renegosiasi kontrak yang sedang dilakukan pemerintah Indonesia dan memanasnya pergolakan dan perlawanan rakyat terhadap Freeport.

Kehadiran tambang Freeport di Bumi Papua merupakan skandal nasional terbesar dalam sejarah Republik Indonesia. Kegiatan pertambangan PT.Freeport telah menjadi isu internasional dikarenakan maraknya
pelanggaran HAM, pelanggaran kemanusiaan, pemiskinan masyarakat lokal, pengrusakan lingkungan secara masiv.

Namun hingga saat ini tidak ada satu pihakpun yang berdaya menekan perusahaan Freeport. Sementara negara dan pemerintah Indonesia menunjukkan sikap menghamba pada perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.

Sejarah Tambang Freeport dimulai tahun 1967, segera setelah UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) disahkan oleh Indonesia, sebelum UU pertambangan disyahkan (1968). Banyak pihak menyebutkan kalau Freeport adalah kompensasai rezim Soeharto kepada AS yang mendukung penuh rezim orde baru Soeharto pada awal kekuasaannya.

Sejak kontrak Karya I, 1967, perusahaan Freeport telah mengalami perpanjangan kontrak karya II, tahun 1991 untuk 30 tahun hingga dua kali 10 tahun perpanjangan kontrak berikutnya hingga tahun 2041. Proses perpanjangan kontrak tanpa adanya renegosiasi mengenai penguatan kepentingan nasional. Proses divestasi sebagaimana tidak pernah terjadi sebagaimana mestinya. Kekuasaan Freeport begitu besar dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia sehingga menguntungkan mereka. Bahkan, perusahaan ini terlibat skandal penyuapan, menyogok aparat TNI/Polri dan mendalangi berbagai peristiwa kekerasan, pembantaian dan pembunuhan di Papua.

Tambang Grasberg yang dieksploitasi PT.Freeport merupakan tambang emas terbesar di dunia. Perusahaan ini memproduksi sekitar 2.025.000 ounces emas setiap tahunnya. Selain emas, perusahaan ini menghasilkan tembaga dalam jumlah besar. Perusahaan asal AS ini mengklaim dirinya sebagai pertambangan tembaga dan bukan pertambangan emas. Padahal berbgai media internasional mempublikasikan bahwa PT.Freeport adalah perusahaan tambang emas terbesar di dunia, dan 80 persen emas cadangan emas yang dimilikinya adalah berasal dari Papua, Indonesia. Freeport telah melakukan eksploitasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Etsberg (dari tahun 1967) dan tambang Graberg (sejak 1988-sekarang), yang berlokasi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Operasi tambang Freeport telah melahirkan kesengsaraan bagi rakyat Papua. Perusahaan ini membuang limbah sedikitnya 250 ribu ton perhari sejak dimulai beroperasinya tambang PT.Freeport tahun 1973 hingga sekarang, lebih dari 6 miliar ton limbah dibuang serampangan oleh Freeport. Dan telah menciptakan kerusakan lingkungan yang sangat parah, menghancurkan wilayah penghidupan masyarakat lokal, pemiskinan, dan berbgai pelanggaran kemanusiaan lainnya. Kini Freeport telah menjadi tumor bagi ekonomi dan politik Indonesia. Pemerintahan SBY yang lemah telah menjadikan Freeport semakin berkuasa atas bumi Papua. Pemerintahan SBY menenggelamkan rakyat Papua dalam lautan kegelapan, dengan membagi-bagikan Papua dalam kavlingan milik korporasi negara-negara asing. Freeport menguasai 2,6 juta hektar, pemegang HPH 15 juta hektar, pemegang HTI 1,5 juta hektar, perkebunan 5,4 juta hektar, kesemuanya setara dengan 57 persen wilayah Papua. Belum termasuk kontrak migas milik Inggris (Bristish Petroleum) dan perusahaan Eropa lainnya. Papua tidak lagi menjadi milik rakyat Papua dan nukan lagi milik rakyat Indonesia, telah menjadi milik kapitalisme asing dan antek-anteknya.

Perlawanan rakyat Indonesia dan perlawanan rakyat Papua terhadap Freeport untuk menuntut keadilan telah berlangsung sangat panjang, dengan tanpa mengenal lelah. Perlawanan hebat juga telah dilakukan Buruh tambang Freeport sejak 2006 hingga 2011 yang lalu untuk menuntut keadilan. Namun semua tuntutan itu dipatahklan oleh arogansi Freeport yang didukung aparat keamanan Indonesia.

Namun elite prilaku elit pemerintah Indonesia tidak pernah lelah juga dalam menghianati rakyat. Perlawanan rakyat dimanfaatkan oleh segelintir elit kekuasaan untuk kepentingan pragmatis jangka pendek mereka. Misalnya dengan dalih melaksanakan perintah UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, pemerintahan SBY merenegosiasi kontrak dengan Freeport tanpa melibatkan rakyat Indonesia dan khusunya rakyat di Papua.

Ada enam poin yang akan direnegosiasi, yakni luas wilayah kerja, perpanjangan kontrak, penerimaan negara baik pajak maupun royalti, kewajiban divestasi, kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, serta kewajiban penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri (local content).

Penghianatan Elite tua ini mutlak harus diakhiri. Pemuda Indonesia, Buruh, Petani, rakyat Papua dan lain-lainnya harus bersatu padu bahu membahu untuk mendesak:


1. Nasionalisasi Freeport tanpa syarat, demi mewujudkan kedaulatan negara dan kedaulatan rakyat Papua atas kekayaan emas di Papua.

2. Menolak Intervensi AS terhadap kedaulatan Negara RI, atas kedatangan Menlu AS, Hillary Clinton.

3. Mendesak PT.Freeport diadili di Mahkamah Internasional karena menjadi dalang atas Pelanggaran HAM, kekerasan, pembunuhan, pengrusakan lingkungan, pemiskinan, penghancuran masyarakat adat yang dilakukan perusahaan PT.Freeport selama beroperasi di Papua.

4. Mendesak pengadilan Nasional yang transparan atas praktek penyuapan terhadap elit politik nasional, perwira militer dan kepolisian, serta pejabat sipil pemerintahan. Dijatuhi sangsi hukuman yang berat, karena telah melakukan penghianatan terhadap bangsa dan negara Indonesia.

5. Melakukan pemulihan secara menyeluruh terhadap hak hidup, hak atas kesejahteraan, dan mengembalikan kemuliaan rakyat Papua sebagai manusia yang bebas dari belenggu penindasan.

6. Mendesak pertanggung jawaban pemerintahan SBY atas kegagalannya dalam menyelamatkan rakyat Papua dari kemiskinan, teror, intimidasi, penyiksaan, bahkan pembantaian yang dialami rakyat Papua hingga saat ini.


Usir Freeport dan Nasionalisasi Tambang Emas yang Dikuasai Asing !!

Menteng, 2 September 2012

REPDEM (Relawan Perjuangan Demokrasi), NAPAS (National Papua Solidarity), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), LMND (Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi), PETISI 28, FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), PRD (Partai Rakyat Demokratik), INDIES, IGJ (Institute Global Justice)
 
 
Copyright © 2013. National Papua Solidarity - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger