Road Voice Java Tour |
Mengenal Papua Lebih Dekat, adalah tema tur keliling pemutaran video-video pendek Papuan Voices, yang dikoorganisir oleh National Papua Solidarity (NAPAS) dan komunitas atau organisasi-organisasi di tingkat kampus-kampus di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Salatiga dan Surabaya.
Tujuan acara ini adalah mendekatkan berbagai persoalan kemanusiaan di Papua ke dalam keseharian hidup orang muda Indonesia. Sehingga penggambaran tentang Papua menjadi lebih hidup dan manusiawi dengan suka dan dukanya, tak sekadar berita-berita kekerasan dan aktivitas Freeport yang selama ini mendominasi pengetahuan publik Indonesia tentang Papua. Untuk, pada akhirnya, Papua menjadi tak asing dari kita, dan melihat Papua sekaligus sebagai sebuah proses politik yang belum selesai.
Pertunjukan di Univ. Sahid
Pemutaran perdana video pendek Papuanvoices. Pada 8 Mei 2013, di Univ Sahid digelar oleh sobat-sobat Papua dari Forum Mahasiswa untuk Demokrasi (FORMAD). Semula pihak rektor sempat enggan memberi izin pemakaian tempat karena melihat ada kelompok Papua seperti NAPAS yg turut menjadi penyelenggara. Mereka bahkan bertanya apakah ada hubungan antara NAPAS dengan OPM. Pertanyaan semacam itulah salah satu wujud stigma yang meluas terkait Papua.
Acara berlanjut dengan obrol-obrol seputar Papua dan kegiatan NAPAS, setelah menyaksikan sekitar 9 video pendek. "Mengapa hanya peristiwa yang sedih-sedih saja yang diangkat dalam cerita?" Demikian sebuah komentar dari perserta, yang segera diikuti yang lainnya: "Mengapa situasi pendidikan begitu buruk? Mengapa kekerasan seksual terjadi dan dibiarkan? Mengapa orang-orang di kampung tidak pindah saja ke kota untuk cari kerja? Otonomi khusus kalau begitu sudah bikin apa saja?"
Pertanyaan-pertanyaan yang mewakili ketidaktahuan mahasiswa terkait Papua membuat forum tak lagi sekadar tanya jawab terhadap video dan Papua, juga jalan mengenal Papua dari orang Papua dan Non Papua yang membantu memberi tanggapan pada obrolan itu.
Univ. Negeri Jakarta
Pada 15 Mei tur Mengenal Papua berlanjut ke UNJ. Fakultas Pendidikan. Sebuah kuliah metode penelitian sosial diubah menjadi nonton dan ngobrol tentang Papua. Tak kurang 35 orang hadir di kelas dan antusias menyaksikan, khususnya Surat untuk Sang Prada, Awin Meke, Anak-anak Cendrawasih, dan Mama Pu Mau.
Dari obrol-obrol menjadi diskusi yang seru seputar situasi pendidikan, hak atas tanah, Freeport, bahkan Gusdur dan OPM. Seorang mahasiswi berdiri dan mendeklarasikan bahwa ia hendak mengabdikan dirinya untuk mengajar di Papua, dan ia bertanya apa yang harus dia siapkan dan bagaimana medan yang akan ia hadapi. Mahasiswa yang lain berkomentar tentang betapa mudahnya pelepasan tanah terjadi, bagaimana biasanya perusahaan mendekatai rakyat?
Pertanyaan kemudian perdebatan seru terjadi ketika seorang mahasiswi bertanya kenapa pendekatan Gusdur terhadap Papua lebih berani dan manusiawi ketimbang pemerintah yang lain. Dan dijawab oleh teman mahasiswa lainnya dengan ketidaksetujuannya dengan apa yang dilakukan Gusdur dengan membiarkan pengibaran bendera bintang kejora. Mahasiswi yang mengajukan pertanyaan membantahnya dengan mengatakan bahwa kita seharusnya bisa melihat mana persoalan yang elementer dan prinsipil. Baginya semua persoalan yang ditampilkan dalam video adalah prinsipil ketimbang pengibaran bendera. Si mahasiswa yang membantahnya tampak bersungit-sungut tak setuju.
Namun sayang waktu tak memungkinkan untuk meneruskan perdebatan.
Vokasi Univ. Indonesia
Acara yang diselenggarakan bersama Forum Aksi Mahasiswa (FAM) UI berlangsung pada Jumat, 25 Mei 2013. Sekitar 20 orang hadir menyaksikan dan ikut berdiskusi. Situasi terkait kehidupan Mama-Mama pedagang pasar di Papua kali ini menjadi sorotan. Seorang mahasiswi bertanya mengapa pelayanan publik pasar dibedakan antara orang asli dan pendatang? Bagaimana kondisinya saat ini. Pertanyaan seputar konsesi lahan yang diperoleh perusahaan juga mengemuka kembali, "mengapa begitu mudahnya?".
Seorang mahasiswa juga bertanya tentang seberapa besar dukungan masyarakat Papua terhadap Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan mengapa itu terjadi? Pertanyaan seputar minimnya layanan dan akses pendidikan juga muncul kembali. Dan pertanyaan reflektif yang penting diajukan oleh Ketua FAM UI kepada Elias Petege, tim roadshow film Papuanvoices dan salah satu tim dokumentasi NAPAS, "apa harapan Elias terhadap para mahasiswa di Indonesia?" Elias menutup diskusi dengan mengatakan bahwa harapan terbesarnya adalah semakin banyak kaum muda yang mengenal Papua dan memberi solidaritas kemanusiaan untuk Papua. Elias percaya, perubahan di Indonesia hanya bisa dilakukan oleh kaum muda yang sadar dan bersolidaritas, setiap jengkal perubahan yang lebih baik di Indonesia akan memberi ruang bagi perjuangan di Papua.
Sementara ini, roadshow Mengenal Papua lebih Dekat baru menyelesaikan turnya di Salatiga yang juga berlangsung sukses, dan segera akan meluncur ke Semarang untuk 7 Juni mendatang.
Nantikan dan pastikan kehadiran kami di kota dan kampus anda.
Jangan ragu untuk menghubungi kami jika kampus anda berkeinginan melakukan pemutaran dan diskusi.
Solidaritas Tanpa Batas!
*Zely Ariane, Koord. National Papua Solidarity (NAPAS) dan tim roadshow Papuanvoices.
Posting Komentar