Pada tanggal 1 Juni 2013, National Papua Solidarity (NAPAS) telah menyelenggarakan dua program yaitu Peluncuran NAPAS dan Pemutaran Film Papuan Voices. Dua program tersebut diagendakan mulai sejak pukul 10.00-16.00 di Kampus UKSW Salatiga yang berdasarkan daftar hadir peserta, dihadiri oleh 35 orang Kawan yang berasal dari sembilan (9) kelompok atau organisasi yaitu SMPP, FORKOMPAS, NAPAS, FPPI, Mahasiswa Papua UKSW, HIMMPPAR, YLSKAR, Mahasiswa Biologi Murni UKSW, API.
Peluncuran NAPAS
Dalam rangka
membangun solidaritas kemanusiaan menuju Papua yang damai, bermartabat dan
berkeadilan, National Papua Solidarity (NAPAS) sebagai sebuah lembaga
solidaritas dari gerakan demokrasi di Indonesia telah berhasil melakukan
Peluncuran NAPAS pada tanggal 1 Juni 2013 di Kampus UKSW Salatiga.
Pukul 11.00,
kawan-kawan undangan terlihat mulai mengantri mengisi daftar hadir yang telah
disediakan oleh Panitia. Pembukaan terdiri dari registrasi peserta, saling
menyapa dan mempersiapkan diri untuk peluncuran NAPAS. Lagu “Tanah Papua” dikumadangkan
dengan hikmat oleh semua kawan yang ada dalam ruangan Peluncuran NAPAS. Lagu
“Tanah Papua” makin bermakna ketika dilanjutkan dengan Doa Pembukaan dengan penuh
rasa syukur yang dipimpin oleh Ketua
HIMMPAR, Mosky Sawor.
Peluncuran NAPAS
dimulai dengan pemaparan materi tentang Situasi Papua oleh Kawan Badawi dari
YLSKAR (Yayasan Lingkar Studi KesetaraanAksi dan Refleksi), lalu dilanjutkan
dengan pemaparan materi kedua tentang Situasi Perempuan Papua oleh Kawan
Mutiara Ika Pratiwi dari NAPAS. Setelah dua Kawan memaparkan materi-materinya,
Peluncuran NAPAS pun langsung dilakukan bersama 35 orang Kawan yang berasal
dari 9 kelompok atau organisasi. Setelah itu, dengan semangat Solidaritas Tanpa
Batas, selama sekitar 15 menit, NAPAS
menjelaskan dan menyatakan diri sebagai sebuah lembaga solidaritas dari gerakan
demokrasi di Indonesia yang krusial untuk membangun solidaritas kemanusiaan
menuju Papua yang damai, bermartabat dan berkeadilan. Hal ini disambut positif
oleh semua kawan. Individu dan Kelompok atau organisasi yang hadir, menyambut
Peluncuran NAPAS dengan menyampaikan pandangan-pandangan yang menerima dan
mendukung pembangunan gerakan solidariatas
untuk Papua. Pandangan-pandangan kawan-kawan makin memperkuat dan memperbesar
iman terhadap krusialnya gerakan solidaritas nasional untuk Papua.
Peluncuran NAPAS
diakhiri dengan sebuah kesimpulan penting bahwa gerakan solidaritas tanpa batas
untuk kemanusiaan dan demokrasi di Papua harus dibangun. Namun hal ini harus
sejalan dengan penguatan gerakan kawan-kawan Papua, terutama SMPP dan HIMMPAR
harus bekerjasama untuk mengkonsolidasikan kawan-kawan Papua di Salatiga sebagai
sebuah gerakan kemanusiaan yang demokratis.
Tepuk tangan yang
meriah disertai senyum-senyum lebar dari kawan-kawan, menutup Peluncuran NAPAS.
Lalu makan siang enak serta diskusi-diskusi hangat di luar ruangan makin
mengakrabkan solidaritas tanpa batas untuk Papua.
Pemutaran Film-Film Papua (Papuan Voices)
Dalam rangka
mengenal Papua lebih dekat, pada tanggal 1 Juni 2013 NAPAS juga telah melakukan
Diskusi dan Pemutaran Film-Film Papuan Voices di Kampus UKSW dari pukul 14.00-16.00.
Acara ini dihadiri oleh 35 orang Kawan dari sekitar 9 kelompok atau organisasi
yang berasal dari Papua maupun Indonesia.
“Surat Cinta Kepada
Sang Prada” berdurasi 6 menit 58 detik segera membuat semua mata dan perhatian
terfokus pada film. Sembilan film pendek Papuan Voices diputar sekaligus secara
berurutan selama kurang lebih 1 jam. Kawan-kawan memang terlihat serius menyaksikan setiap aksi dalam
setiap film. Terlihat jelas, emosi mereka terbawa dalam seluruh film. Spontan,
ada yang mengeluarkan kata-kata makian, ada juga yang menarik nafas dalam-dalam
dan menghembuskannya dengan kencang, ada yang gelisah dan berusaha membagikan
kegelisahaannya kepada kawan duduk di kiri atau kanan, tapi ada yang membuat kawan-kawan Papua serentak
tertawa karena memang lucu, dan ada juga yang tertawa sinis dengan film-film
tertentu. Ekspresi kawan-kawan sangat beragam, satu yang sama adalah mereka
semua serius tanpa bergerak.
Dari 6 Kawan yang menyampaikan pendapatnya dalam sesi diskusi film
sekitar 1 jam, ada tiga Kawan yang bertanya. Tiga Kawan lainnya lebih pada
menyampaikan pandangan-pandangannya tentang film dan juga menyampaikan sikapnya
terhadap situasi Papua yang disampaikan melalui film-film Papuan Voices.
“Kalau kita nonton film tadi,
jelas bahwa Papua itu banyak soal dan bermacam-macam. Trus Otsus itu kasih
solusi apakah?”,tanya singkat
Kawan Rio seorang Mahasiswa UKSW.
“Mahasiswa Papua skarang ini
banyak yang jadi ‘kupu-kupu’ alias kuliah pulang-kuliah pulang. Bagaimana
caranya supaya mahasiswa Papua juga mengerti persolan yang kitong pu masyarakat
hadapi dan bisa buat sesuatu, tidak hanya kupu-kupu”, tanya Kawan Hanny Tuhuteru seorang Mahasiswa
Papua UKSW.
Dan seorang Kawan dari FPPI juga bertanya, “Jika persoalan di Papua seperti itu, apa hal kongkrit yang bisa kita lakukan
bersama untuk menggalang solidaritas untuk Papua?”.
Tiga pertanyaan dan penyataan-pernyataan dari kawan lain mendapat respon
dari Kawan Badawi, Ika dan Heni. Lalu ditambahkan lagi oleh Kawan-kawan lain. Semua
memberikan apresiasi terhadap film-film yang telah ditonton. Tapi ada juga
kawan-kawan Papua dan kawan-kawan Indonesia yang ternyata mereka baru sadar dan
mengatakan bahwa ternyata selama ini di Papua ada persoalan lain selain
persoalan Papua Merdeka dan OPM, ada persoalan-persoalan social yang terkait
langsung dengan hajat hidup orang banyak.
Tanya jawab dan diskusi singkat ini mendapat sebuah kesimpulan yang
menguatkan kesimpulan pertama ketika diskusi Peluncuran NAPAS di awal. Bahwa,
nonton dan diskusi film-film Papuan Voices perlu diperluas ke kawan-kawan Papua
dan kawan-kawan Indonesia lain di Salatiga terutama kepada kawan-kawan
Mahasiswa jenis “kupu-kupu”. Ada juga harapan kawan-kawan bahwa semoga
pemutaran film dan diskusi seperti ini di asrama-asrama dan kampus-kampus dapat
membuat mahasiswa sadar dan tidak hanya sibuk dengan dunia kampus dan terus
menjadi mahasiswa “kupu-kupu”.
Posting Komentar