Untuk memperkenalkan persoalan ketidak adilan di Tanah Papua kepada masyarakat sipil Indonesia dan Mahasiswa Papua maka National Papua Solidarity dan Enggagemedia.org, mengadakan kegiatan pemutaran video suara Papua dan diskusi dengan para mahasiswa dan masyarakat sipil di Indonesia.
Tujuan
yang hendak kami capai adalah “agar masyarakat sipil indonesia dan mahasiswa mendapatkan
pemahaman yang mendalam tentang kompleksitas persoalan kemanusiaan dan
kerusakan alam di Tanah Papua dengan harapan mengambil suatu tindakan untuk
selamatkan manusia dan bumi Papua. Video Dokumenter sebagai media yang kami
gunakan untuk memperkenalkan Papua lebih dekat. Video dokumenter “Papuan Voices” ini merupakan rekaman
ketidak adilan sosial dalam berbagai bidang di Tanah Papua.
National Papua
Solidarity (NAPAS), Enggagemedia.org kerja sama dengan
Komunitas Seni Jogja yang bergabung dalam bawah IVAA (Indoneian Visual Art Archip), Jurusan Kominikasi dan Laboratorium
Komunikasi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) atau Akademi
Pembangunan Masyarat Desa (APMD) mengadakan pemutaran video dokumenter di Kota
Studi Yogyakarta selama 2 hari.
1.
Diskusi di IVAA (Indonesia Visual Art Archip )
Pada hari pertama (senin 24/6/) pemutaran video bersama
komunitas seni, beberapa aktivis sosial, peneliti dan 4 orang Mahasiswa Asing
yang belajar bahasa Indonesia di ruang teater Kantor IVAA (Indonesia Visual Art Archip ) Jalan Ireda Jogja. Acara ini dibagi
dalam dua sesi, sesi pertama menonton
video bersama dan sesi kedua, diskusi
(komentar dan saran dan masukan). Acara pemutaran video dan diskusi ini dipandu
oleh Mbak Ade dari Enggagemedia.
Dalam
sesi kedua, “acara diskusi bersama” dalam diskusi ini Enrico Aditjondro Manager
Enggage Media dan Elias Ramos Petege
anggota National Papua Solidarity
(NAPAS) menjadi nara sumber. Moderator Mbak Ade, memberikan kesempatan kepada
para hadirin untuk memberikan komentar, saran dan pertanyaan tentang situasi
ketidak adilan yang terekam dalam lensa kamera.
Salah
seorang peserta mengajukan pertanyaan, mengapa memilih media video untuk
memotret kekerasan dan pembabatan hutan di Papua dan ada peserta lain juga
mengajukan pertanyaan apa itu Mifee dan bagaimana respon masyarakat adat atas
kehadiran Mifee. Selain itu, ada pula, dua orang peserta yang memberikan
keprihatinan mereka atas situasi Papua.
“Banyak orang secara
individu maupun kelompok melakukan penelitian tentang Papua tetapi ada sedikit
orang yang memotret tentang Papua melalui video jadi kami memilih ini untuk
memperkenalkan kondisi Papua. Jawaban Enrico atas pertanyaan seorang peserta”
Seorang
peneliti tentang Mifee dari Pusaka menjelaskan tentang proyek Mifee, pada
intinya ia menjelaskan bahwa Mifee adalah sebuah mega proyek di bidang Energi
dan Pangan, actor dalam perusahaan ini dari pihak pemerintah dan swata.
Perusahaan miliki pemerintah maupun swasta yang berskala nasional maupun
internasional.
Proyek
ini menggarap tanah dan hutan masyarakat adat seluas 1,4 juta hektar.
Masyarakat menolak tegas atas keberadaan perusahaan ini tetapi perusahaan juga
didukung oleh pemerintah dan aparat keamanan serta beberapa tokoh masyarak
sehingga pengoperasian perusahaan tetap berlanjut.
Diskusi
ini berlangsung selama 2 jam (16.30-19.30 WIB). Awalnya direncanakan mulai
pukul 16.00. WIB tetapi dimulai 30 menit kemudian hal ini terjadi karena ada
keterlambatan peserta sehingga kami saling menunggu di tempat acara. Acara
diskusi ini berakhir sekitar pukul 19.30 Wib.
2.
Diskusi di STPMD (APMD)
Hari
kedua (selasa 25/6) pemutaran video dan diskusi bersama para mahasiswa dan
dosen serta ikut hadir pula akademisi dan seorang peneliti ternama George
Aditjondro di Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) atau Akademi
Pembangunan Masyarat Desa (APMD). Diskusi yang berlangsung di ruang
laboratorium Komunikasi ini dipandu oleh
Tri Agus dosen STPMD. Diskusi ini dibagi dalam dua sesi, sesi pertama nonton
video bersama dan sesi kedua diskusi. Sesi pertama nonton bersama 9 video yang
terdapat dalam “Papuan Voices” dan satu video tambahan yakni video sapaan dan
salam orang Moni Papua. Peserta yang hadir dengan tenang menyaksikan video
realitas Papua.
Pasca
menyaksikan video tersebut, dilanjutkan dengan diskusi. Dalam diskusi ini
dihadirkan 3 narasumber yakni pertama, seorang video maker dari Jurusan Ilmu
Komunikasi STPMD, Enrico Aditjonro manager enggage
media dan saya (Elias K Petege). Dari semua realitas yang digambarkan lewat
video tersebut bidang pendidikan dan kekerasan terhadap perempuan Papua menjadi
topik utama dalam diskusi tersebut.
Ada
seorang ibu dosen dari kampus STPMD
mengatakan “ saya datang dari
rumah jauh-jauh hanya untuk menyaksikan dan mendengar tentang situasi Papua.
Dan setelah saya menyaksikan dan pendengar penjelasan tentang papua, saya
langsung mengubah pandangan saya tentang Papua selama ini, selama ini saya tahu
bahwa Papua itu kaya dan rakyatnya pun kaya karena diberikan konpensasi yang
besar dari perusahaan kepada rakyat dan juga karena kucurangan dana otsus yang
begitu besar. Saya juga menilai bahwa Mahasiswa Papua mendapatkan beasiswa dari
Pemda dan dari Freeport tetapi tak digunakan baik, kebanyakan digunakan untuk
hal-hal yang tidak baik seperti minum minuman keras” Saya baru tahu kalau
pengelolaan uang otsus tidak jelas dan juga pemberian beasiswa dari pemerintah
maupun dari Freeport hanya kelompok yang punya akses dan penyeleksiannya penuh
dengan nepotisme. Saya usulkan kepada Napas dan Enggage Media serta komunitas
lain untuk mengkampanyekan kondisi Papua yang sebenarnya. Saya akan ajarkan
juga kepada mahasiswa saya. Usulan kedua adalah, kita upayakan agar masyarakat
Papua mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang layak”.
Ada seorang ibu dosen
yang lain berkomentar tentang keberadaan Perempuan Papua “ Posisi perempuan
Papua berada dalam ketertindasan, kekerasan dan ketertindasan dari aparat
militer, suami dan juga secara budaya di suku-suku tertentu di Papua,
perjuangan pembebasan perempuan Papua dari semua itu harus mendapat dukungan
juga dari perempuan Indonesia. Perjuangan perempuan untuk kebebsasan tidak
hanya milik Perempuan Papua, Indonesia tetapi perempuan di seluruh dunia
terutama perempuan tertindas dimana pun
berada.
Ada seorang mahasiwa
yang juga adalah video maker berkomentar bahwa “ mengapa video itu dibuatkan
dalam satu kaset dengan berbagai tema social kemasyarakatan” semestinya membuat
secara serial dengan tema-tema tersendiri, misalnya seri Pendidikan, Kesehatan,
Perempuan dan linkungan dll.
Seorang Mahasiswa asal
Tamrauh Papua mengatakan “ diskusi ini sangat menarik karena melalui video ini
dapat menghadirkan kehidupan nyata di Papua dan seharusnya diskusi ini dihadiri
oleh teman-teman mahasiswa Papua tetapi tidak hadir, hal ini saya kecewa juga
pada hal undangan kami sudah bagikan ke asrama-asrama dan memberitahukan kepada
mereka melalui SMS dan Facebook. Saya usulkan video ini bagus untuk ditonton
masyarakat Papua untuk itu pemutaran juga dilakukan di Tanah Papua.
Peserta
yang hadir dalam diskusi ini berjumlah 35 orang berdasarkan absensi tetapi
diperkirakan jumlah peserta 40 an orang karena peserta yang masuk belakangan
tidak mengisi absensi. Diskusi ini dimulai sekitar pukul 09.00 dan berakhir sekitar pukul 12.30 Wib. Menurut
Moderator, dalam diskusi ini kebanmyakan Mahasiswa STPMD terutama Mahasiswa
Papua karena saat ini mahasiswa lagi libur dan kedua karena sebagian mahasiswa
sedang mengikuti bimbingan untuk persiapan KKN. Diskusi ditutup dengan
kata-kata penutup dari Bapak Tri Agus sebagai Moderator.
Demikian
laporan singkat pemutaran video dan diskusi selama dua hari di kota Yogyakarta.
Posting Komentar